TUBAN - Tuban tidak terpisahkan dengan pengunungan karst yang merupakan pegunungan yang memiliki beragam kekayaan alam. Wilayah karst Tuban memiliki bentang alam yang unik, terdapat flora dan fauna langka.
Karst mempunyai peran penting sebagai daerah resapan air, sumber penghidupan petani, dan kaya akan peninggalan sejarah. Jika karst dikelola dengan salah maka terjadi kerusakan yang cukup serius terhadap ekosistem.
Pertambangan di sebut-sebut berpotensi merusak kekayaan alam dan perubahan pemanfaatan karst dari pertanian ke pertambangan menyebabkan kerentanan bagi petani. Sehingga tidak jarang terjadi berbagai penolakan dari masyarakat sekitar tambang.
Kepala Dinas Lingkungan (DLH) Tuban, Bambang Irawan mengatakan, kawasan karst di Tuban yang dilindungi sudah di atur dalam Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW).
"Pemerintah hanya melaksanakan sesuai regulasi yang ada, selama di tata ruangnya untuk dikonservasi, kita akan lakukan itu. Salah satunya Rengel Ngerong, banyak keunikan alamnya. Tetapi Tuban juga banyak karst yang potensi untuk dimanfaatkan," jelasnya Bambang Irawan kepada suaraindonesia.co.id, Selasa, (13/04/2021).
Menurutnya, Rengel tidak semuanya termasuk kawasan karst. Karena ada aktivitas tambang, dan itu diluar kawasan karst Ngerong. Selama tidak ada aliran airnya, kemungkinan tidak akan berdampak.
"Kemarin Pentawira juga menambang dibelakang Ngerong itu tapi sudah dihentikan. Kalau tambang yang mempunyai izin pasti pemerintah tidak akan memberikan izin di kawasan lindung," ucapnya.
Sementara itu, Pemerhati Goa dan Karst atau Speleologis Tuban, Kharisma Yudha menjelaskan, bahwa selama ini pemerintah memandang batu gamping dan karst hanya sebagai potensi tambang. Bukan ekosistem penyangga termasuk ketersedian air.
"Konflik diarea tambang muncul, karena dalam penyusunan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) tanpa melibatkan masyarakat. Perlu diketahui setiap 1 meter kubik batuan karst dapat menyimpan cadangan air sebesar 200 liter. Ini dikarenakan karst memiliki lapisan yang bernama epikarst. Jika kawasan karst di tambang tentu akan menjadikan Tuban defisit air," terang Kharisma Yudha.
Lanjut Kharisma, karst merupakan ibarat spon dalam hal menyimpan air dari proses pelarutan yang berlangsung terus menerus, akibat curah hujan yang tinggi. Dan membentuk sistem perguaan yang sangat unik dengan kombinasi lorong berair dan lorong tidak berair.
Sungai-sungai bawah tanah mengalir di kegelapan dari ukuran kecil sampai ukuran besar menjadi sumber air yang penting bagi masyarakat di kawasan karst dan sekitarnya. Lapisan epikarst juga berfungsi untuk mengalirkan air (hujan) sampai pada mata air dan sungai bawah tanah, yang berguna saat musim kemarau.
"Lokasi yang ditambang dan yang telah direklamasi akan kehilangan kemampuan menyerap air lebih dari 75 persen dibandingkan karst yang belum ditambang. Sedangkan karst yang sudah ditambang dan belum direklamasi hampir 99% hilang kemampuan air untuk meresap. Kita bisa lihat hampir semua wilayah Tuban banjir, itu akibat tandon air dan spon penyerapan air sudah rusak," tegasnya.
Dari hasil risetnya Pemerhati Goa dan Karst atau Speleologis Tuban mencatat ada 2 goa yang hilang, 2 goa rusak parah dan 1 goa runtuh dampak dari aktivitas tambang di wilayah selatan Tuban.
"Dua goa yang hilang diantaranya Goa Lumah dan Goa Lintang. Untuk goa yang parah yaitu, Goa Walet serta Goa Kera. Dan juga pada tahun 2015, Goa Ngerong ada bagian yang runtuh akibat getaran aktivitas tambang. Tidak hanya itu, debit air di Rengel dan Plumpang mulai berkurang. Saya rasa tambang di Rengel perlu ditutup karena sudah melebih kedalaman 50 meter," terangnya.
Disisi lain, Wahana Lingkungan Jawa Timur, Wahyu Eka Setyawan mengungkapkan, bicara gunung kapur itu satu punggungan dan satu kesatuan. Karst sebagai kawasan akuifer atau yang menahan air laju air, agar tidak berhamburan dan diarahkan ke rongga-rongga.
Selain karst, penting juga kawasan untuk vegetasi atau penunjangnya. Perlu adanya penghijauan di kawasan sekitar karst, tidak dibiarkan gundul. Serta karst merupakan kawasan sejarah yang seharusnya dilestarikan.
"Catatan dari Kemendikbud dalam Jurnal Arkeologi Tahun 2001 berjudul Kawasan Karst Tuban: Salah Satu Sisa Kehidupan Manusia Masa, karya Triwurjani mengatakan, karst di Tuban memiliki nilai sejarah yang tinggi yang menunjukan sebuah peradaban. Selain nilai lingkungan, ekonomi berkelanjutan juga ada nilai sejarah dan budaya," ungkapnya.
Ia menilai, kawasan karst Rengel selatan dan utara itu satu kesatuan, ibarat rantai mereka punya keterkaitan dalam konteks ekosistem. Kerentanan kerusakan dan daya dukung karst sebagai ekosistem akan hilang jika formasi mereka ada yang rusak. Sehingga logika di utara tidak menganggu kawasan selatan itu patut dipertanyakan.
"Mengingat setiap ucapan harus dibuktikan melalui riset ketat karstologi. Jika tidak ada riset tersebut atau pembuktian dari pernyataan maka itu sama saja penyesatan dan bentuk pengabaian. Padahal di mana-mana riset karstologi itu mengatakan bahwa ekosistem karst sebagai satu kesatuan, jika ada yang rusak maka akan mempengaruhi jasa ekosistem. Sama halnya kita kehilangan salah satu fungsi tubuh," ujarnya.
Justru yang perlu dilakukan adalah mengukur seberapa besar karst yang rusak, dan melakukan pemetaan. Agar yang belum rusak bisa diselamatkan dan yang rusak bisa direhabilitasi melalui penghijauan. Dan bicara soal ekonomi yang dipilih, tentu ekonomi hijau berbasis pada pemanfaatan alam tanpa merusak itu lebih relevan.
Seperti menanam tanaman buah yang akarnya kuat dan cocok di wilayah karst, atau mengebangkan potensi lain selain perusakan karst.
"Saya kira potensi itu ada. Asal mau membuka banyak kajian dan riset, transparan dan partisipatif. Tuban bisa meniru langkah Sulawesi Selatan yang menetapkan Maros Pangkep sebagai kawasan ekosistem esensial karst. Atau kini Trenggalek yang sedang mengupayakan perlindungan karst dalam kerangka kawasan ekosistem esensial," harapnya.
"Serta bisa meniru Banggai Kepulauan yang tengah menyusun rancangan Perda Perlindungan Karst. Saya kira itu menjadi penting. Keberlanjutan adalah kunci untuk warisan pada generasi selanjutnya, bukan kerusakan dan bencana," pungkasnya. (Irq/Nang).
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : M. Efendi |
Editor | : Nanang Habibi |
Komentar & Reaksi