SUARA INDONESIA TUBAN

Kalah Gugatan dan Diminta Bayar Rp 703 Juta, Bupati Tuban Ajukan Banding

Irqam - 27 October 2023 | 20:10 - Dibaca 5.38k kali
News Kalah Gugatan dan Diminta Bayar Rp 703 Juta, Bupati Tuban Ajukan Banding
Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky saat diwawancarai awak media beberapa waktu lalu. (Foto: Irqam/Suara Indonesia)

TUBAN, Suaraindonesia.co.id - Bupati Tuban, Jawa Timur, Aditya Halindra Faridzky, tengah menyusun strategi setelah menghadapi kekalahan mantan perangkat Desa Sandingrowo, Kecamatan Soko bernama Eko Sugiarto di Pengadilan Negeri Tuban.

Dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Tuban, Selasa 24 Oktober 2023, majelis hakim memenangkan sebagian gugatan perdata yang dilayangkan oleh Eko. Dia menang melawan tergugat Lindra, sapaan akrab Bupati Tuban tersebut.

Selain Lindra, terdapat sejumlah pihak tergugat lainnya dalam perkara ini, yakni Kabag Hukum Kabupaten Tuban, Camat Soko, Kepala Desa Sandigrowo. Turut tergugat juga adalah BPD Sandingrowo.

Pengadilan Negeri Tuban menyatakan Lindra telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Eko. Lindra juga dihukum membayar kerugian materiil Rp 203 juta dan immateriil Rp 500 juta. 

Sehingga, total yang wajib dibayar oleh Lindra kepada Eko Rp 703 juta. Sebaliknya, hakim juga menolak sebagian gugatan Eko.

Upaya melawan putusan perkara nomor 15/Pdt.G/2023/PN, melalui permohonan banding menjadi opsi yang dipilih oleh Lindra.

Hal tersebut ditegaskan oleh Kepala Dinas Komunikasi Informatika, Statistik dan Persandian (Diskominfo SP) Tuban, Arif Handoyo. 

"Iya akan melakukan upaya banding. Masih ada waktu 14 hari. Saat ini masih kami pelajari putusan pengadilannya," kata Arif Handoyo, Jumat (27/10/2023).

Terkait putusan Pengadilan Negeri Tuban, Arif mengatakan, Pemkab Tuban tidak mau berkomentar banyak. "Kami masih mempelajari pertimbangan hukumnya," ujarnya.

Sementara itu, kuasa hukum Eko, Heri Tri Widodo menilai putusan Pengadilan Negeri Tuban sudah tepat dan memenuhi unsur keadilan terhadap kliennya.

"Soal sebagian tuntutan yang ditolak hakim bagi kami tidak masalah, karena pengembalian jabatan bukan ranahnya PN memang. Sekarang kita juga lakukan gugatan di PTUN," jelas Heri Tri Widodo.

Heri menjelaskan, gugatan itu bermula saat kliennya terjerat kasus pidana dan ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kelalaian yang menyebabkan seseorang meninggal pada 3 Juli 2021.

Berdasarkan putusan PN Tuban Nomor  236/Pid.B/2021/PN. Tbn tanggal 2 Desember 2021, Eko Sugiharto divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 10 bulan penjara.

Setelah menjalani hukuman penjara, Eko Sugiharto kembali aktif dan menjalankan tugas perangkat desa, yakni sebagai Kepala Dusun Semanding, Desa Sandigrowo, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban.

Namun, baru beberapa bulan menjalankan tugas, muncul surat rekomendasi pemecatan terhadap Eko Sugiharto yang dikeluarkan Camat Soko tertandatangani Lindra.

"Surat rekomendasi pemecatan tersebut dikeluarkan pihak camat dan kirim ke Kepala Desa Sandingrowo," kata Heri Tri Widodo kepada awak media ditemui di PN Tuban pada Rabu Juli 2023 lalu.

Surat rekomendasi pemberhentian Eko Sugiharto berdasarkan Pasal 5 ayat 3 huruf b Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.

Dalam hal ini menyatakan perangkat desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf c karena usia telah genap 60 tahun. Kemudian dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Dari situ, Heri menilai bahwa Pemkab Tuban salah menafsirkan Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 yang dipakai sebagai dasar rekomendasi pemecatan terhadap kliennya tersebut.

Menurutnya, pemberhentian perangkat desa yang mempersyaratkan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun tidak bisa dipakai sebagai dasar untuk melakukan pemberhentian penggugat dari jabatannya sebagai Kepala Dusun.

"Keberatan kami adalah kesalahan dalam penafsiran Permendagri. Karena dalam Permendagri yang dimaksud adalah perangkat desa yang diberhentikan itu diancam dengan hukuman minimal 5 tahun, berarti kan 5 tahun keatas. Faktanya kliennya saya dihukum dengan maksimal 5 tahun dan inkrah 8 bulan," tandasnya. (*)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Irqam
Editor : Mahrus Sholih

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya