TUBAN, Suaraindonesia.co.id - Pengadilan Negeri Tuban memenangkan sebagian gugatan perdata yang dilayangkan oleh mantan perangkat Desa Sandigrowo, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, Jawa Timur bernama Eko Sugiharto. Dia menang melawan tergugat Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky.
Selain Lindra, sapaan akrab Bupati Tuban, terdapat sejumlah pihak tergugat lainnya dalam perkara ini, yakni Kabag Hukum Kabupaten Tuban, Camat Soko, Kepala Desa Sandigrowo. Turut tergugat juga adalah BPD Desa Sandingrowo.
Dalam amar putusan hakim Pengadilan Negeri, Lindra harus membayar kerugian kepada Eko Sugiarto total senilai Rp 703 juta.
Putusan perkara dengan nomor perkara 15/Pdt.G/2023/PN ini diputus Pengadilan Negeri Tuban pada Selasa (24/10/2023). Majelis hakim mengabulkan sebagian gugatan Eko Sugiarto.
"Dalam putusan hakim menyatakan para tergugat baik secara bersama-sama maupun masing-masing, telah melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada penggugat," kata Humas Pengadilan Negeri Tuban Uzan Purwadi, Selasa (24/10/2023).
Sebaliknya, hakim juga menolak sebagian gugatan Eko Sugiarto. Sementara yang dikabulkan menyebut Lindra melakukan perbuatan melawan hukum.
Kemudian, Lindra juga dihukum membayar kerugian materiil Rp 203 juta dan immateriil Rp 500 juta. Sehingga, total yang wajib dibayar Lindra kepada Eko Sugiarto Rp 703 juta.
"Jika tidak ada upaya hukum selama 14 hari, maka putusan tersebut sudah inkrah dan berkekuatan hukum tetap. Setelah itu, tergugat harus membayar ganti rugi paling lambat 30 hari terhitung sejak putusan inkrah," ungkapnya.
Sementara itu, Kabag Hukum Pemkab Tuban Cita Suryawiyati, bungkam saat dikonfirmasi terkait putusan tersebut. Ia tak menjawab ketika ditanya apakah akan melakukan upaya hukum.
Diberitakan sebelumnya, mantan perangkat Desa Sandigrowo, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, Eko Sugiharto menggugat Lindra ke pengadilan.
Gugatan tersebut didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Tuban pada 29 Mei 2023 dengan nomor perkara 15/Pdt.G/2023/PN oleh penggugat Eko Sugiharto yang diwakili kuasa hukum Heri Tri Widodo terkait perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian.
Selain Lindra, terdapat sejumlah pihak tergugat lainnya dalam perkara ini, yakni Kabag Hukum Kabupaten Tuban, Camat Soko, Kepala Desa Sandigrowo. Turut tergugat juga adalah BPD Desa Sandingrowo.
Kuasa hukum tergugat, Heri Tri Widodo menjelaskan, gugatan tersebut bermula saat kliennya terjerat kasus pidana dan ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kelalaian yang menyebabkan seseorang meninggal pada 3 Juli 2021.
Berdasarkan putusan PN Tuban Nomor 236/Pid.B/2021/PN. Tbn tanggal 2 Desember 2021, Eko Sugiharto divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 10 bulan penjara.
Setelah menjalani hukuman penjara, Eko Sugiharto kembali aktif dan menjalankan tugas perangkat desa, yakni sebagai Kepala Dusun Semanding, Desa Sandigrowo, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban.
Namun baru beberapa bulan menjalankan tugas, muncul surat rekomendasi pemecatan terhadap Eko Sugiharto yang dikeluarkan Camat Soko tertandatangani Lindra.
"Surat rekomendasi pemecatan tersebut dikeluarkan pihak camat dan kirim ke Kepala Desa Sandingrowo," kata Heri Tri Widodo kepada awak media ditemui di PN Tuban pada Rabu Juli 2023 lalu.
Surat rekomendasi pemberhentian Eko Sugiharto berdasarkan Pasal 5 ayat 3 huruf b Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.
Dalam hal ini menyatakan perangkat desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf c karena usia telah genap 60 tahun. Kemudian dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dari situ, Heri menilai bahwa Pemkab Tuban salah menafsirkan Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 yang dipakai sebagai dasar rekomendasi pemecatan terhadap kliennya tersebut.
Menurutnya, pemberhentian perangkat desa yang mempersyaratkan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun tidak bisa dipakai sebagai dasar untuk melakukan pemberhentian penggugat dari jabatannya sebagai kepala dusun.
"Keberatan kami adalah kesalahan dalam penafsiran Permendagri. Karena dalam Permendagri yang dimaksud adalah perangkat desa yang diberhentikan itu diancam dengan hukuman minimal 5 tahun, berarti kan 5 tahun ke atas. Faktanya, klien saya dihukum dengan maksimal 5 tahun dan inkrah 8 bulan," tandasnya. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Irqam |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi