SUARA INDONESIA TUBAN

Soal Temuan Sungai Bawah Tanah di Tuban, DLHP Minta Aktivitas Tambang Dihentikan 

Irqam - 18 July 2023 | 11:07 - Dibaca 10.80k kali
Peristiwa Daerah Soal Temuan Sungai Bawah Tanah di Tuban, DLHP Minta Aktivitas Tambang Dihentikan 
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLHP) Kabupaten Tuban, Bambang Irawan. (Foto: Irqam/suaraindonesia.co.id).

TUBAN, Suaraindonesia.co.id - Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLHP) Kabupaten Tuban meminta aktivitas tambang batu kapur di Dusun Mbok Gede, Desa Jadi, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban dihentikan. Ini menyusul ditemukannya sungai bawah tanah di dalam gua di area penambangan tersebut.

Dalam laporan resmi Mahasiswa Pecinta Lingkungan (Mahipal) Universitas Ronggolawe Tuban, menyebutkan tinggi permukaan sungai bawah tanah di sekitar gua adalah 67 mdpl. 

Sedangkan gua dengan kedalaman 3,10 meter yang terletak di area tambang batu kapur ini, berada gugusan karst Tuban Selatan, formasi Paciran, dengan ketinggian 100 mdpl, secara geografis terletak pada koordinat 06056’13.31” S dan 111059’44,74”. 

Gua tersebut memiliki panjang lorong 60 meter. Lorong berair di ujung kiri upstream banyak runtuhan batu bekas sisa galian. Di lorong kanan downstream kedalaman air rata-rata 2 meter ujung. 

"Maaf kami belum melihat ke lokasi kalau memang benar itu sungai  bawah tanah dan berada di wilayah pertambangan maka kegiatan penambangan di lokasi tersebut harus dihentikan," tegas Kepala DLHP Tuban, Bambang Irawan, Selasa (18/07/2023).

Penghentian operasi tambang batu kapur itu, disebut Bambang—sapaannya, untuk melindungi keberlanjutan sumber mata air dan mencegah kerusakan bentang alam di lokasi sekitar.

Namun, DLHP kepanjangan tangan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban merasa tidak bisa melakukan apa-apa karena izin penambangan diberikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

"Penghentian untuk melindungi sumber air yang ada. Namun demikian kewenangan perizinan dan pengawasan terhadap kegiatan penambangan menjadi kewenangan pemerintah pusat dan provinsi," ungkap Bambang.

Dalam laporan resmi dari Mahasiswa Pecinta Lingkungan (Mahipal) Universitas Ronggolawe Tuban menyebutkan di Desa Jadi, penemuan gua sudah ketiga kalinya. Sebelumnya, Agustus 2018 ditemukan Gua Pertiwi dan pada tahun 2021 kembali ditemukan Gua Sumur berair. 

Dalam Tata Ruang Kabupaten Tuban, lokasi penemuan gua di Desa Jadi termasuk dalam rencana kawasan lindung resapan air karena merupakan kawasan karst.

Laporan tersebut juga mengungkap adanya kerusakan kawasan karst di Desa Jadi, akibat aktivitas tambang batu kapur. Kerusakan karst itu dapat diidentifikasi dari kondisi singkapan batu gamping atau dolomit dan tutupan vegetasi.

Dimana di Desa Jadi terdapat lahan akses terbuka dari kegiatan tambang batu kapur sekitar 12 hektar. Hal ini dapat mempengaruhi simpanan air bawah tanah dan debit mata air sungai. Singkapan batu gamping terjadi juga karena tidak ada atau jarangnya vegetasi, sehingga lapisan tanah menjadi tererosi.

"Penambangan batu kumbung secara masal dan masif mengakibatkan terbentuknya lubang-lubang tambang yang dalam dan menyebabkan hilangnya top soil lapisan tanah subur serta menghilangkan ruang budidaya pertanian," tulis laporan Mahipal Unirow Tuban.

Lokasi ditemukan sungai bawah tanah di dalam gua berada di kawasan lindung resapan air, hal itu berdasarkan pola ruang RTRW Kabupaten Tuban. Aktivitas tambang kapur dapat menyebabkan terganggunya sistem hidrologi daerah karst yang unik dengan sungai bawah tanah.

Dengan berkurangnya fungsi resapan air mengakibatkan risiko penurunan tinggi muka air tanah, debit mata air dan sungai. Desa Jadi bagian selatan merupakan daerah resapan air atau imbuhan air tanah bagi mata air Brubulan dan suplai air bagi sungai Gembul yang saat ini debitnya sudah turun.

Menurut laporan Mahipal Unirow, penemuan penemuan gua di Desa Jadi membawa implikasi kepada banyak aspek kehidupan masyarakat dan tata kelola lingkungan yang harus segera direspons dan disikapi secara bijaksana oleh semua pihak. 

Kawasan karst yang merupakan kawasan esensial bagi kelestarian ekologis dan sebagai penyangga kehidupan masyarakat setempat yang terhubung dalam sistem hidrologi dan ekologi bentang alam karst. Nilai penting ekologi dan hidrologi perlu dilindungi dan dijaga kelestariannya agar mampu memberikan fungsinya sebagai penyangga kehidupan.

"Peran Dinas Lingkungan Hidup sangat menentukan dalam upaya perlindungan kawasan karst sebagai kawasan ekosistem esensial. Sama pentingnya dalam membina pemulihan kerusakan lingkungan pasca penambangan," tutup laporan itu.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Irqam
Editor : Lutfi Hidayat

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya